Kita berjanji,
di bawah langit yang pernah menyaksikan gigil pertama genggaman tangan kita,
bahwa waktu tak akan menua di dalam tatap kita.
Kau, pada setiap garis di wajahku yang kelak berkeriput tetap akan menyebutku cantik,
sebagaimana malam pertama yang kau simpan di pelukanmu.
Aku, pada setiap uban yang menyemak di rambutmu akan tetap menatapmu seperti seorang penyair menatap puisinya:
tak pernah selesai.
Kita akan menua,
tapi cinta ini tidak.
Ia hanya belajar berjalan lebih pelan,
agar kita sempat menghitung detik demi detik
yang menuntun kita pada pintu terakhir.
Dan kelak,
ketika maut datang mengetuk,
aku berharap ia mendatangiku lebih dulu,
agar tak perlu kulihat matamu yang kehilangan.
Namun jika takdir membalikkan cerita,
biarlah aku menunggu di gerbang surga,
sampai kau pulang membawa seluruh rindu dan cerita kita.